Rabu, 02 Maret 2016

Didiklah Anak Sesuai Fitrahnya


Bismillahirrohmanirrohim.
Anak adalah amanah Alloh yang diberikan kepada orang tua, maka bagi kita yang Alloh sudah amanahi, maka didiklah sebagaimana fitrahnya, setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka perlu kita mengetahui bagaimana sebaiknya kita mendidik anak, kita harus tahu dulu apa tujuan kita mendidik mereka.

Untuk mengetahui tujuan kita dalam mendidik anak kita harus tahu terlebih dahulu siapa sebenarnya anak kita. “Anakmu bukanlah anakmu! Mereka adalah putra-putri kehidupan yang merindu!”, demikian kata Khalil Gibran.

Senin, 29 Februari 2016

KISAH SUKSES SEORANG IBU MENDIDIK KETIGA ANAKNYA

Tiga anaknya tidak sekolah di sekolah formal layaknya anak-anak pada umumnya. Tapi ketiganya mampu menjadi anak teladan, dua di antaranya sudah kuliah di luar negeri di usia yang masih sangat muda. Saya cuma berdecak gemetar mendengarnya. Bagaimana bisa?

7 Rahasia Sukses Mendidik Anak Dari Ustadz Farid Ahmad!

Rahasia Mendidik Anak yang Sukses adalah salah satu idaman para orang tua yang mana untuk memberikan semua yang terbaik untuk anaknya. Karena melihat belakangan ini banyak sekali saya melihat anak-anak yang salah didik akibat kurangnya kasih sayang orang tuanya. Maka tak jarang banyak para orang tua bertanya pada ahli psikiater untuk konsultasi masalah tumbuh kembang anak.

Rabu, 01 Juli 2009



TOR
Term of Reference
DISKUSI PANEL PENELITIAN SOSIAL BERBASIS INTERNASIONAL: RELEVANSI DAN TANTANGAN MASA KINI
A. Latar Belakang
Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat (dulu Penelitian UMM) berdiri pada tahun 1972 untuk menjawab kebutuhan akan penelitian sosial yang berkembang saat itu. Kala itu pusat-pusat kajian sosial yang berbasis di universitas maupun non-universitas memang masih bisa dihitung dengan jari.
Sejak berdirinya, PKPM mengembangkan kajian-kajian yang berorientasi aksi (action research) mengenai masalah-masalah sosial perkotaan.
Misi utamanya adalah mengangkat isu masyarakat marginal dan membantu memberikan alternatif kebijakan yang dapat membawa perubahan bagi taraf kehidupan mereka. Beragam penelitian dan pelatihan telah dilaksanakan berkenaan dengan misi utama ini, di antaranya: masalah pelayanan kesehatan masyarakat, strategi survival ibu dan anak, masalah pekerja (buruh perempuan dan anak), pertanahan dan perencanaan perkotaan, proses belajar-mengajar di perguruan tinggi, pelatihan sensitivitas gender, dan pelatihan serta sosialisasi hak anak.

PKPM pernah menjadi basis kerja bagi 21 tenaga peneliti purnawaktu dengan latar belakang ilmu yang beragam (multi-disiplin). Mayoritas tenaga peneliti tersebut sudah memperoleh pendidikan tingkat master dan doktoral di bidang kesehatan, sosiologi, antropologi, psikologi, kajian gender dan perempuan, dan studi lingkungan. Mereka terbiasa bekerja dengan pendekatan lintas disiplin ilmu dan akrab dengan kondisi-kondisi minimal di lapangan, seperti tinggal bersama dengan masyarakat di daerah kumuh (slum area), bergaul dengan komunitas di tempat pembuangan sampah, di daerah jermal, di daerah pedalaman di Papua, daerah rawan bencana (Nias dan Aceh) dan di daerah-daerah berisiko (tempat anak perempuan dilacurkan, HIV/AIDS, dll).
Dalam perjalanannya lembaga penelitian ini mengalami beberapa kali restrukturisasi dan perubahan manajemen lembaga. Sejumlah penyesuaian dan perubahan struktur internal tersebut tentu saja menjadi tantangan tersendiri. Selain itu, perubahan tantangan eksternal juga mendorong PKPM untuk mereposisi perannya, antara lain dalam rangka merespon globalisasi ’industri’ pendidikan dan perubahan isu prioritas lembaga donor.
Tantangan seperti ini pastinya bukan hanya dialami oleh PKPM namun juga oleh lembaga-lembaga sejenis lainnya. Apalagi seiring dengan tuntutan agar universitas lebih produktif dalam melakukan penelitian-penelitian, ada imperatif yang diemban secara khusus oleh lembaga-lembaga kajian yang berbasis di perguruan tinggi.
Nah, dalam rangka memperingati hari jadinya yang ke-37, PKPM ingin mengajak lembaga-lembaga riset universitas non-universitas, pemerintah yang terkait dalam bidang ini, lembaga donor, dan para mitra untuk merefleksikan relevansi dan tantangan penelitian sosial yang berbasis di universitas dalam konteks kekinian. Apa kekuatan kajian-kajian sosial di Indonesia saat ini? Apa kelemahan yang selama ini masih melekat? Ke arah mana peluang pengembangannya? Manajemen lembaga penelitian seperti apa yang paling kondusif? Sumber-sumber dana mana yang bisa dimanfaatkan?
Refleksi ini bertujuan agar penelitian-penelitian sosial akhirnya mampu meningkatkan kontribusinya pada pengembangan ilmu pengetahuan, peningkatan kualitas pengajaran, pembentukan kebijakan publik yang lebih baik dan perbaikan kualitas hidup di tingkat nasional maupun regional.
B. Tema
”Penelitian Sosial Berbasis Universitas: Relevansi dan Tantangan Masa Kini”
C. C.Tujuan
1. Merefleksikan karya PKPM (d/h PPA=Pusat Penelitian UMM) selama 37 tahun berjalan
2. Tukar pengalaman, pengetahuan, dan pandangan bersama dengan institusi-institusi penelitian sejenis, baik yang berbasis universitas maupun non-universitas, dalam hal manajemen lembaga.
3. Memahami isu-isu penelitian sosial kontemporer yang mendukung kepada agenda pembangunan sosial nasional maupun daerah.
4. Mengetahui sumber-sumber pendanaan riset dan memahami isu prioritas lembaga-lembaga mitra.

D. Format Acara
Acara ini dikemas dalam bentuk diskusi panel dengan peserta terbatas (lihat Lampiran 2). Diskusi akan dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama akan mendiskusikan soal manajemen lembaga penelitian. Sesi ini akan diisi dengan sharing dari para panelis yang berasal dari lembaga penelitian berbasis universitas (PTN dan PTS) dan lembaga penelitian non-universitas sebagai pembanding. Sesi kedua berisi pemaparan tentang peluang sumber-sumber pendanaan penelitian (pemerintah dan non-pemerintah) dan pemahaman akan perspektif lembaga-lembaga mitra. Setiap sesi akan membuka kesempatan untuk tanya-jawab/diskusi intensif dengan para peserta lain.

E. Tempat dan Waktu Acara
Diskusi ini akan diselenggarakan pada:
Hari, Tanggal : Selasa, 3 Februari 2009
Waktu : Pukul 08.30 – 15.30 WIB
Tempat : Gedung Yustinus Lt. 14
Kampus UMM : Jl. Tlogomas 146
Agenda acara : (Lihat Lampiran 1).

F. Peserta
Diskusi ini diharapkan akan dihadiri oleh sekitar 80 peserta aktif yang terdiri dari lembaga penelitian universitas, lembaga penelitian non-universitas, lembaga pemerintah, lembaga donor dan lembaga mitra (lihat Lampiran 2).
G. Konfirmasi
Untuk informasi lebih lanjut dan konfirmasi kehadiran, silakan menghubungi Saudari Tia UMM atau Saudara Elang di 0341 974550 atau Agusariva@yahoo.co.id atau Agus85.blogspot.com





LAMPIRAN 1 : AGENDA ACARA

WAKTU ACARA NARASUMBER MODERATOR
08.30 - 09.00 Registrasi
09.00 - 09.10 Pembukaan Kepala PKPM
09.10 - 09.30 Keynote speech Rektor UMM
09.30 - 12.00 Sesi 1
Manajemen Lembaga Penelitian Panelis:
1. Lembaga Demografi -UI (Dr. Omas Bulan Rajagukguk)
2. Lembaga Riset Universitas Trisakti (Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, DEA)
3. PKPM – UMM (Lamtiur H. Tampubolon, Ph.D).
4. SMERU (Sudarno Sumarto, Ph.D)
5. Pooling Center (Yanti B. Sugarda)
Dr. Rianto Adi
12.00-13.00 Makan Siang Pemutaran Film PKPM
Pameran buku/dokumen hasil penelitian PKPM dan UAJ Dra. Murniati Agustian. MSi.
13.10-15.00 Sesi 2:
Isu-isu penelitian sosial kontemporer dan sumber-sumber pendanaan Panelis:
1. Bappenas – Dr. Pungki Sumadi
2. Ford Foundation - Dr. Pilar Jimenez
3. TIFA Foundation – Tri Nugroho
4. UNAIDS - Nancy Fee
5. ILO - Teuku Rahmatsyah George Martin Sirait, MA
15.00-15.30 Rangkuman Prof. Irwanto, Ph.D.
Krtua LPPM UMM Dra. Yustina Rostiawati, M.Hum

Selasa, 16 Juni 2009

Pemimpin Menurut al Qur'an

”Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas
di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi)” (QS. Al-Qashash/28 : 5)


Restrukturisasi dan estafet suatu kepemimpinan dalam suatu
negeri merupakan sunnahtullah sebagaimana ketika restrukturisasi pasca
Rasulullah Saw wafat kemudian digantikan oleh Abu Bakar Sidiq. Hal
tersebut sesungguhnya merupakan implementasi pertama kali proses demokrasi karena pada masa Yunani sebelum Rasululah Saw lahir istilah demokrasi (baca: ’demos’ dan ’kratos’) dikenal hanya sekedar wacana tanpa implementasi dan realisasi. Namun Islamlah yang melaksanakan proses demokrasi pertama kali di muka bumi ini setelah wafatnya Rasulullah Saw, masyarakat Jazirah Arab melaksanakan pemilihan pemimpin (khalifah) dan menyampaikan suaranya ke kabilahnya kemudian para pemimpin kabilah tersebut berkumpul melakukan musyawarah (syuro) kemudian memilih (mem-ba’iat) Abu Bakar Sidiq sebagai Khalifah melalui proses pemilihan yang sangat demokratis dan tulus. (Jadi demokrasi itu milik siapa?)

Kepemimpinan (ke-khalifah-an) dalam Islam sangatlah penting melihat posisi itu lebih dari sekedar tugas dan tanggung jawab, melainkan sebagai amanah yang harus diemban sebaik-baiknya. Itu sebabnya, pemimpin (imam) semacam itu harus “dicari” melalui sebuah proses pemilihan umum yang jujur, adil dan demokratis disertai hati yang tulus tanpa usur paksaan apalagi politik uang (money politics). Sehingga kita bisa menemukan pemimpin yang memiliki kualitas kepemimpinan DKI Jakarta yang terbaik dalam rangka perbakaikan ummat.

Berkenaan dengan kriteria kepemimpinan itu, alangkah baiknya kita merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber dari segala sumber hukum Ummat Islam. Terdapat beberapa istilah dalam Al-Qur,an yang menunjuk kepada pengertian pemimpin, diantaranya: Khalifah, Imam dan Ra’in. Tiga konsep tersebut merupakan satu kesatuan yang padu tak dapat dipisahkan dan seharusnya ada dan tercermin pada seriap diri pemimpin mendatang.

Ke-Khalifah-an : “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat. “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi…” (Q.S Al-Baqarah/2: 30). Ayat ini menjelaskan kriteria utama pemimpin adalah kesadarannya akan peran dan fungsinya sebagai khalifah atau wakil Allah. Ini berarti, ketika sang pemimpin bekerja menjalankan amanahnya melayani dan membenahi masyarakat di disertai visi dan misi ke-Illahiyahan (Ketuhanan) dalam bentuk berbagai macam kegiatan dalam rangka membentuk masyarakat muslim yang cerdas dan intelektual.

Dengan demikian, ia akan memiliki legitimasi kepemimpinan yang sangat kuat serta di tambah dengan visi misi yang tajam dan kemampuannya dalam menjelaskan konsep-konsep Islam dan solusi untuk perbaikan di masyarakat yang lebih baik sehingga membuat keunggulan itu semakin mendapatkan pengakuan dari khalayak umum sebagaimana para malaikat memberikan pengakuan kepada Nabi Adam a.s (QS. Al-Baqarah/2: 30-34)

Ke-imam-an : “… dan jadikanlah kami pemimpin (imam) bagi orang-orang yang bertaqwa” (Q.S Al-Furqon/25: 74). Di sini tersirat bahwa Allah SWT membuka kesempatan seluas-luasnya bagi hamba-Nya untuk menjadi pemimpin dan juga mengisyaratkan predikat taqwa yang disandang dan dimiliki serta rasa tanggung jawab tinggi. Seorang pemimpin hendaknya lebih meperhatikan fakir miskin yang termarjinalisasi sehingga dapat menciptakan masyarakat yang adil dan makmur disertai nilai-nilai Islam. Kriteria diatas merupakan hal yang mutlak harus dimiliki oleh seorang pemimpin kelak. Adalah sangat mustahil jika seorang pemimpin yang tidak mempunyai visi misi yang tajam dapat memberikan solusi menyelesaikan permasalahan sosial, ekonomi dan budaya hingga dunia pendidikan di negeri ini.

Oleh karena itu, pemimpin yang berperan sebagai Imam, pertama-tama
haruslah menjadi panutan masyarakat yang dipimpin. Sebagaimana Nabi
Ibrahim a.s telah menjadi tauladan dalam hal keta’atan, kehanifan,
ke-tauhid-an dan kemuliaan akhlaknya, mensyukuri nikmat Allah SWT.

“Sungguh, Ibrahim adalah Imam (Pemimpin) yang dapat dijadikan teladan,
patuh kepada Allah SWT dan hanif . Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik (mempersekutukan Allah).(Q.S An-Nahl/16: 120)

Peran dan fungsi ke-Imam-an dari seorang pemimpin, secara kongkrit dapat dilihat pada imam sholat. Kriteria Imam sholat ialah lebih berilmu atau lebih fasih bacaannya. Begitu selektifnya, mengingat beratnya tanggung jawabnya seorang imam maka harus yang “tafaqquh fid-din”, yaitu orang yang memahami, mamaknai dan mendalami agama. Sehingga tidak menjadikan posisi Imam sebagai ajang perebutan kekuasaan. Menunjuk Imam dengan tulus dan ma’mum pun menerima posisi mereka dengan rela hati serta ikhlas.

Dan satu lagi yang menarik, imam tidak sunyi dari koreksi ma’mum bilamana ia lupa atau salah maka bersedia diingatkan. Oleh karena itu jika kita melaksanakan sholat tepat dibelakang posisi imam biasanya didampingi orang yang mempunyai keilmuan yang tinggi pula dibelakangnya agar dapat mengingatkan apabila terjadi kesalahan gerakan dan bacaan. Dan biasanya posisi shaff pertama diisi oleh orang-orang baik yang mempunyai pemahaman Islam karena mereka bertanggung jawab pula untuk mengawal dan mengikuti proses sholat agar berjalan dengan baik. Bahkan ketika imam berada dalam situasi yang menyebabkan wudhunya batal, imam dengan legowo mundur dan digantikan oleh ma’mum yang lain. Ini mengidikasikan bahwa pemimpin harus dekat kepada para ulama dan ustadz disekelilingnya sehingga kelak memiliki integritas, moralitas dan kejujuran yang tinggi.

Ke-Ra’in-an : Ra’in berasal dari kata Ra’a-yara-Ra’yan, yang bermakna
pengembala. Rasulullah SAW dalam sebuah hadist menggunakan kata ini untuk menunjukan fungsi pemimpin.

“Setiap kamu adalah pengembala dan setiap kamu akan diminta pertanggung jawabannya. Seorang pemimpin adalah pengembala bagi rakyatnya, maka ia akan ditanya tentang apa yang digembalakannya”(HR. Ahmad)

Pada fungsi ke-Ra’in-annya, dituntut dari seorang pemimpin kemampuannya untuk membenahi sistem pemerintahan yang lebih baik dan mengarahkan rakyatnya menuju perbaikan Ummat. Ia seorang leader yang berpengalaman dalam memimpin anak buahnya dan memahami prinsip-prinsip leadership karena kelak akan bertanggung jawab terhadap nasib rakyatnya. Ia juga adalah orang yang mengerti betul kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat yang bersifat kekinian dan berorientasi masa depan yang lebih baik serta selalu ber-empati (peduli) terhadap masyarakat tertindas (termarjinal). Untuk itu, ia harus merakyat berada di tengah-tengah rakyatnya sehingga tahu dan mengerti betul apa yang diinginkan rakyatnya.

Wallahu a’lam Bish-showwab...
”Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas
di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi)” (QS. Al-Qashash/28 : 5)


Restrukturisasi dan estafet suatu kepemimpinan dalam suatu
negeri merupakan sunnahtullah sebagaimana ketika restrukturisasi pasca
Rasulullah Saw wafat kemudian digantikan oleh Abu Bakar Sidiq. Hal
tersebut sesungguhnya merupakan implementasi pertama kali proses demokrasi karena pada masa Yunani sebelum Rasululah Saw lahir istilah demokrasi (baca: ’demos’ dan ’kratos’) dikenal hanya sekedar wacana tanpa implementasi dan realisasi. Namun Islamlah yang melaksanakan proses demokrasi pertama kali di muka bumi ini setelah wafatnya Rasulullah Saw, masyarakat Jazirah Arab melaksanakan pemilihan pemimpin (khalifah) dan menyampaikan suaranya ke kabilahnya kemudian para pemimpin kabilah tersebut berkumpul melakukan musyawarah (syuro) kemudian memilih (mem-ba’iat) Abu Bakar Sidiq sebagai Khalifah melalui proses pemilihan yang sangat demokratis dan tulus. (Jadi demokrasi itu milik siapa?)

Kepemimpinan (ke-khalifah-an) dalam Islam sangatlah penting melihat posisi itu lebih dari sekedar tugas dan tanggung jawab, melainkan sebagai amanah yang harus diemban sebaik-baiknya. Itu sebabnya, pemimpin (imam) semacam itu harus “dicari” melalui sebuah proses pemilihan umum yang jujur, adil dan demokratis disertai hati yang tulus tanpa usur paksaan apalagi politik uang (money politics). Sehingga kita bisa menemukan pemimpin yang memiliki kualitas kepemimpinan DKI Jakarta yang terbaik dalam rangka perbakaikan ummat.

Berkenaan dengan kriteria kepemimpinan itu, alangkah baiknya kita merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber dari segala sumber hukum Ummat Islam. Terdapat beberapa istilah dalam Al-Qur,an yang menunjuk kepada pengertian pemimpin, diantaranya: Khalifah, Imam dan Ra’in. Tiga konsep tersebut merupakan satu kesatuan yang padu tak dapat dipisahkan dan seharusnya ada dan tercermin pada seriap diri pemimpin mendatang.

Ke-Khalifah-an : “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat. “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi…” (Q.S Al-Baqarah/2: 30). Ayat ini menjelaskan kriteria utama pemimpin adalah kesadarannya akan peran dan fungsinya sebagai khalifah atau wakil Allah. Ini berarti, ketika sang pemimpin bekerja menjalankan amanahnya melayani dan membenahi masyarakat di disertai visi dan misi ke-Illahiyahan (Ketuhanan) dalam bentuk berbagai macam kegiatan dalam rangka membentuk masyarakat muslim yang cerdas dan intelektual.

Dengan demikian, ia akan memiliki legitimasi kepemimpinan yang sangat kuat serta di tambah dengan visi misi yang tajam dan kemampuannya dalam menjelaskan konsep-konsep Islam dan solusi untuk perbaikan di masyarakat yang lebih baik sehingga membuat keunggulan itu semakin mendapatkan pengakuan dari khalayak umum sebagaimana para malaikat memberikan pengakuan kepada Nabi Adam a.s (QS. Al-Baqarah/2: 30-34)

Ke-imam-an : “… dan jadikanlah kami pemimpin (imam) bagi orang-orang yang bertaqwa” (Q.S Al-Furqon/25: 74). Di sini tersirat bahwa Allah SWT membuka kesempatan seluas-luasnya bagi hamba-Nya untuk menjadi pemimpin dan juga mengisyaratkan predikat taqwa yang disandang dan dimiliki serta rasa tanggung jawab tinggi. Seorang pemimpin hendaknya lebih meperhatikan fakir miskin yang termarjinalisasi sehingga dapat menciptakan masyarakat yang adil dan makmur disertai nilai-nilai Islam. Kriteria diatas merupakan hal yang mutlak harus dimiliki oleh seorang pemimpin kelak. Adalah sangat mustahil jika seorang pemimpin yang tidak mempunyai visi misi yang tajam dapat memberikan solusi menyelesaikan permasalahan sosial, ekonomi dan budaya hingga dunia pendidikan di negeri ini.

Oleh karena itu, pemimpin yang berperan sebagai Imam, pertama-tama
haruslah menjadi panutan masyarakat yang dipimpin. Sebagaimana Nabi
Ibrahim a.s telah menjadi tauladan dalam hal keta’atan, kehanifan,
ke-tauhid-an dan kemuliaan akhlaknya, mensyukuri nikmat Allah SWT.

“Sungguh, Ibrahim adalah Imam (Pemimpin) yang dapat dijadikan teladan,
patuh kepada Allah SWT dan hanif . Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik (mempersekutukan Allah).(Q.S An-Nahl/16: 120)

Peran dan fungsi ke-Imam-an dari seorang pemimpin, secara kongkrit dapat dilihat pada imam sholat. Kriteria Imam sholat ialah lebih berilmu atau lebih fasih bacaannya. Begitu selektifnya, mengingat beratnya tanggung jawabnya seorang imam maka harus yang “tafaqquh fid-din”, yaitu orang yang memahami, mamaknai dan mendalami agama. Sehingga tidak menjadikan posisi Imam sebagai ajang perebutan kekuasaan. Menunjuk Imam dengan tulus dan ma’mum pun menerima posisi mereka dengan rela hati serta ikhlas.

Dan satu lagi yang menarik, imam tidak sunyi dari koreksi ma’mum bilamana ia lupa atau salah maka bersedia diingatkan. Oleh karena itu jika kita melaksanakan sholat tepat dibelakang posisi imam biasanya didampingi orang yang mempunyai keilmuan yang tinggi pula dibelakangnya agar dapat mengingatkan apabila terjadi kesalahan gerakan dan bacaan. Dan biasanya posisi shaff pertama diisi oleh orang-orang baik yang mempunyai pemahaman Islam karena mereka bertanggung jawab pula untuk mengawal dan mengikuti proses sholat agar berjalan dengan baik. Bahkan ketika imam berada dalam situasi yang menyebabkan wudhunya batal, imam dengan legowo mundur dan digantikan oleh ma’mum yang lain. Ini mengidikasikan bahwa pemimpin harus dekat kepada para ulama dan ustadz disekelilingnya sehingga kelak memiliki integritas, moralitas dan kejujuran yang tinggi.

Ke-Ra’in-an : Ra’in berasal dari kata Ra’a-yara-Ra’yan, yang bermakna
pengembala. Rasulullah SAW dalam sebuah hadist menggunakan kata ini untuk menunjukan fungsi pemimpin.

“Setiap kamu adalah pengembala dan setiap kamu akan diminta pertanggung jawabannya. Seorang pemimpin adalah pengembala bagi rakyatnya, maka ia akan ditanya tentang apa yang digembalakannya”(HR. Ahmad)

Pada fungsi ke-Ra’in-annya, dituntut dari seorang pemimpin kemampuannya untuk membenahi sistem pemerintahan yang lebih baik dan mengarahkan rakyatnya menuju perbaikan Ummat. Ia seorang leader yang berpengalaman dalam memimpin anak buahnya dan memahami prinsip-prinsip leadership karena kelak akan bertanggung jawab terhadap nasib rakyatnya. Ia juga adalah orang yang mengerti betul kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat yang bersifat kekinian dan berorientasi masa depan yang lebih baik serta selalu ber-empati (peduli) terhadap masyarakat tertindas (termarjinal). Untuk itu, ia harus merakyat berada di tengah-tengah rakyatnya sehingga tahu dan mengerti betul apa yang diinginkan rakyatnya.

Wallahu a’lam Bish-showwab...

Sabtu, 30 Mei 2009

SBY



Surat itu diterima Uskup Mandell Creighton, 3 April 1887. Pengirimnya adalah Lord Acton, yang menuliskan keprihatin tentang kekuasaan. Kata Acton, kekuasaan (memang) cenderung korup dalam banyak bentuk dan rupa. Penggal kalimat dalam surat itu belakangan diketahui bukan hanya termasuk bagian dari tesis Acton berjudul “A Study in Conscience and Politics” melainkan pula merambat ke hampir penjuru dunia, dibaca oleh banyak orang dan menjadi popular.

Di masa menjelang Pemilu Presiden 2009, saya kembali membuka lembaran-lembaran buku yang berisi petuah Pak Acton itu, dan terkesima, karena kekuasaan yang korup itu ternyata memang tak terhindarkan. Persoalannya terutama ada pada Tim Sukses yang dibentuk oleh Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono. Di sana bukan hanya ada puluhan pejabat negara aktif, melainkan juga terlibat setumpuk petinggi BUMN dan pejabat lainnya (lihat daftar di bawah).

Yudhoyono boleh saja mengklaim, pemerintahannya sukses memberantas korupsi, seperti yang dengan bangga dia katakan pada saat deklarasi di Sabuga, Bandung meski itu pun masih bisa diperdebatkan. Soalnya adalah, KPK bukan bagian dari pemerintahan, melainkan sebuah lembaga tinggi negara yang para pejabatnya, dipilih dan ditentukan oleh parlemen. Begitu pula dengan tugas-tugas mereka.

Klaim itu menjadi niscaya andai otoritas Kejaksaan Agung yang pejabatnya diangkat dan diberhentikan oleh presiden, kemudian memang menunjukkan kinerja pemberantasan korupsi. Minimal lebih baik dari kerja KPK. Realitasnya, beberapa bagian dari orang-orang kejaksaan seperti Urip Tri Gunawan malah dijadikan terdakwa karena terlibat korupsi.

Lalu keterlibatan para pejabat negara dan petinggi BUMN itu, sebetulnya juga mengingkari pernyataan yang pernah diucapkan oleh Yudhoyono. Suatu hari, ketika Pemilu Legislatif 2009 mulai memasuki tahap kampanye, Yudhoyono pernah menginstruksikan kepada seluruh jajaran pemerintahannya agar tetap menjalankan tugas pokok dengan penuh tanggung jawab. Kata dia, para pejabat tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan dan jabatan yang dimiliki untuk kepentingan politik. Pejabat negara dan pemerintahan diminta tetap mengutamakan tugas pokoknya secara bertanggung jawab.

"Melayani rakyat dan menjalankan tugas-tugas pembangunan adalah prioritas utama,” katanya (lihat “Jangan Gunakan Kekuasaan untuk Politik,” Fajar, 17 Maret 2009).

Kini ucapan Yudhoyono itu seolah ditelan gegap gempita isu neloliberal dan kerakyatan, dan seruan berpolitik santun yang juga seringkali dikatakan oleh presiden. Hatta, memang bisa saja mengatakan, tugas-tugasnya sebagai menteri tak akan terganggu karena juga merangkap “jabatan” sebagai Ketua Tim Sukses SBY Boediono. Namun siapa yang tahu, Hatta, para menteri dan petinggi BUMN itu, tak lalu akan menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan SBY Boediono?

Undang-Undang

Aturan soal keikutsertaan pejabat negara dan petinggi BUMN itu bukan tak ada. Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 misalnya telah melarang keikutsertaan pejabat badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah (Pasal 41 poin 2d); dan “setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf i dilarang ikut serta sebagai pelaksana kampanye” (Pasal 41 poin 3).

Undang-undang yang sama juga melarang penggunaan fasilitas negara oleh capres dan cawapres (Pasal 64). Lalu Pasal 62 dan Pasal 63 yang mengatur soal keterlibatan menteri dan gubernur dalam kampanye, menyebutkan mereka harus terlebih dahulu mendapat izin (cuti) untuk menjadi anggota tim kampanye (lihat “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden,” kpu.go.id)

Namun rupanya di negeri ini, undang-undang dibuat memang untuk dikencingi. Komisi Pemilihan Umum, KPU, juga seolah pura-pura tidak tahu perihal itu. Juga para pejabat publik itu. Semua tenaga dan pikiran, kini terfokus pada satu kepentingan: “menyukseskan” Pemilu Presiden. Lalu apa arti kesuksesan pemberantasan korupsi yang diklaim Yudhoyono di Sabuga itu, jika pada pelaksanaan pemilu kali ini, sarat dengan pelangaran oleh pejabat publik?

Lalu jika korupsi didefinisikan sebagai mengambil keuntungan dari aset negara untuk kepentingan sendiri atau kelompok, tidak harus uang, melainkan untuk mempertahankan kekuasaan politik— maka keterlibatan para menteri, petinggi BUMN dan pejabat lainnya itu, mestinya juga tak bisa tidak dianggap sebagai perilaku kolutif. Ini pula akan menjadi taruhan reputasi Yudhoyono sebagai sosok yang selalu mengaku taat hukum.

Jika Yudhoyono tak bisa membuktikannya, maka benarlah indeks yang pernah disusun oleh majalah Foreign Policy bahwa Indonesia sebetulnya tak lebih sebuah negara gagal. Bekerja sama dengan lembaga think-tank The Fund for Peace, majalah berwibawa itu pada tahun 2007 pernah menempatkan Indonesia di urutan ke 60 sebagai negara gagal, satu kelompok dengan Sudan, Somalia, Iraq, Afghanistan, Zimbabwe, Ethiopia, atau Haiti. Salah satu ukurannya: pemerintah pusat dinilai sangat lemah dan tak efektif, pelayanan umum jelek, korupsi dan kriminalitas menyebar, dan ekonomi merosot.

Atau haruskah kita terus harus percaya pada tesis Pak Acton itu, bahwa kekuasaan itu memang cenderung korup?

Tulisan ini juga bisa dibaca di Rusdi GoBlog.

Daftar Menteri, Pejabat dan Petinggi BUMN yang Terlibat Tim Sukses

A.Tim Sukses SBY

1. Menteri

Hatta Radjasa/Mensesneg/PAN/Ketua

Freddi Numberi/Menteri Perikanan/Anggota

Jero Wacik/Menteri Pariwisata/Anggota

Lukman Edy/Meneg. PDT/PKB/Anggota

Suryadharma Ali/Menkop UKM/PPP/Anggota

Taufiq Effendi/Menpan/Anggota



2. Pejabat BUMN

Sutanto/Preskom Pertamina/Gerakan Pro SBY/Wakil Ketua

Umar Said/Komisaris Pertamina/Demokrat/Ketua Dewan Pakar

Muhayat/Komisaris Bank Mandiri-Deputi Menteri Meneg BUMN/Barisan Indonesia

Harry Sebayang/Komisaris PTPN III/Jaringan Nusantara/Ketua

Aam Sapulete/Komisaris PTPN IV/Jaringan Nusantara/Wakil Ketua

Andi Arif/Komisaris Pos Indonesia/Jaringan Nusantara/Sekjen

Suprapto/Preskom Indosat/Barisan Sekoci

Akhmad Syakhroza/Komisaris Jasa Marga/Demokrat/Sekretaris Dewan Pakar

Joyo Winoto/Komisaris Jasa Marga/Demokrat/Deputi II Dewan Pakar



3. Lain-lain

Irvan Edison/Staf Khusus Presiden/Tim Sekoci/Wakil Ketua

Sardan Marbun/Staf Khusus Presiden/Tim Romeo/Ketua



B. Tim Sukses JK

Fahmi Idris/Menteri Perindustrian/Golkar/Ketua

Paskah Suzeta/Kepala Bappenas/Golkar/Anggota

Aburizal Bakrie/Menko Kesra/Golkar/Anggota