Senin, 22 Desember 2008

Koalisi Parpol Islam, Mungkinkah Menjadi Realita?



Terjebak Romantisme Sukses Poros Tengah

Setiap menjelang pemilu, semangat menggabungkan partai berbasis Islam selalu muncul. Kali ini datang dari Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin. Mungkinkah itu terealisasi?

Pengamat politik dari Universitas Indonesia Maswadi Rauf termasuk yang meragukannya. Guru besar ilmu politik itu menilai fanatisme terhadap agama dalam berpolitik sudah sangat berkurang. Buktinya, meski jumlah masyarakat beragama Islam terbesar, total suara pemilih yang menjatuhkan pilihan pada parpol Islam dari pemilu ke pemilu makin kecil. "Selain itu, sudah menjadi tradisi partai Islam sulit disatukan," ulasnya.
Bila dirunut ke belakang, urai Maswadi, di awal kemerdekaan sudah ada upaya membentuk partai tunggal berasas Islam, yaitu Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). Namun, partai yang merupakan federasi dari sejumlah ormas Islam itu akhirnya pecah.

Pada 1947 PSII memutuskan keluar dari Masyumi. Lima tahun kemudian pada 1952, NU yang merasa kecewa karena jatah menteri agama diberikan kepada ormas lain menyusul keluar. "Federasi terpecah-pecah tak lain karena kepentingan sejumlah komponen pendukung tidak terakomodasi," jelasnya.

Karena itu, dalam pemilihan umum pertama 1955, kekuatan politik Islam terbelah dalam empat partai utama (Masyumi, NU, PSII, dan Perti). Sekitar 44 persen suara diraih. "Dalam beberapa isu di konstituante, mereka sempat beberapa kali bersatu, tapi tetap berdiri sendiri-sendiri," ungkap Maswadi.

Sejak saat itu politik Islam terus terpuruk. Termasuk, adanya keharusan pemerintah Orde Baru selepas Pemilu 1971 agar partai Islam berfusi menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi semakin menenggelamkan kekuatan partai bernapas Islam. Paling tinggi, PPP hanya berhasil mengumpulkan suara 29 persen, yaitu pada 1977.

Dibukanya keran reformasi memunculkan kembali semangat partai Islam. Sejumlah partai baru dibentuk. Di antaranya PPP, PKB, PAN, PBB, dan PK (sekarang PKS). Pada Pemilu 1999, akumulasi lima partai berbasis massa Islam terbesar itu berhasil mendapatkan suara sekitar 37,54 persen.

Pada saat itulah, poros tengah yang dipromotori Amien Rais dibentuk. Berinti sejumlah parpol Islam, koalisi tersebut sengaja digalang sebagai reaksi penolakan bersama atas pencapresan Megawati Soekarnoputri. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pun bisa diusung sebagai presiden terpilih oleh MPR.

Keberhasilan itulah yang ingin dibangun kembali oleh sejumlah kekuatan politik. "Koalisi Islam sangat mungkin terbentuk karena kita sudah punya pengalaman manis saat 1999," ujar Sekjen DPP PPP Irgan Chairul Mahfidz.

Dia yakin, jika koalisi parpol Islam jadi terbentuk lagi, hal tersebut akan bisa mengubah peta politik 2009. Menurut Irgan, kekuatan politik yang saat ini masih terpusat pada parpol-parpol nasionalis akan bergeser. "Bisa berubah 180 derajat dalam sekejap," tegasnya.

Di antara parpol berbasis massa Islam, PPP memang menjadi salah satu yang cukup menginginkan terwujudnya koalisi parpol Islam pada 2009. Selain partai berlambang Kakbah itu, ada pula PBB, PMB, atau PKNU yang berada di barisan tersebut.

Sikap PKB dan PKS belum jelas. Mereka cenderung ingin menunggu hasil pemilu legislatif terlebih dahulu. "Koalisi parpol Islam itu bagus, tapi sepertinya dikotomi Islam-nasionalis sudah semakin kabur saat ini," ujar Ketua Umum Dewan Tanfidz PKB Muhaimin Iskandar.

Pandangan lebih keras disampaikan Ketua Umum DPP PAN Soetrisno Bachir. Menurut dia, pembentukan koalisi seharusnya tidak lagi didasarkan pada sentimen agama. "Itu menafikan kemajemukan bangsa. Mayoritas simpatisan PDIP-Golkar kan juga muslim," ujarnya.

Pengamat politik Islam Bachtiar Effendy justru mendorong adanya koalisi tersebut. Menurut dia, koalisi partai Islam adalah keharusan jika ingin eksistensi partai-partai tersebut memiliki nilai. Prestasi politik partai-partai Islam itu, kalau digabung, bisa menjadi kekuatan alternatif untuk bersaing di Pilpres 2009. "Apalagi tujuan parpol, kalau bukan merebut kepemimpinan?" ingatnya.

Mulai Pemilu 1999 hingga terakhir 2004, akumulasi perolehan suara partai Islam memang relatif stabil. Pada 2004 total akumulasi lima partai Islam terbesar (PPP, PKB, PAN, PKS, dan PBB) sekitar 38 persen. Tapi, pertanyaannya, apakah mungkin karena partai berbasis Islam itu selalu mempunyai kepentingan politik praktis yang berbeda.

Minggu, 21 Desember 2008

PKS Tak Ingin Kelas Cawapres


Hidayat Nurwahid Tanggapi Kemungkinan Ajakan Duet dari Mega

JAKARTA - Megawati bakal sulit mendapatkan pendamping yang diidamkan untuk menghadapi pemilu mendatang. Setelah Sri Sultan HB X secara terbuka menolak kursi RI 2 yang digelindingkan PDIP, kemarin giliran tokoh PKS Hidayat Nurwahid.


Hidayat yang kini menduduki kursi ketua MPR termasuk salah seorang tokoh utama yang diinginkan PDIP sebagai cawapres Mega.

Seperti pernah diberitakan, Ketua PDIP Tjahjo Kumolo menuturkan bahwa partainya menginginkan Megawati berpasangan dengan Sri Sultan HB X yang disebut sebagai duet Mega-Buwono. Setelah Sri Sultan menolak lewat Ketua PDIP Jogja Ahmad Djuwarto, PDIP akan mendorong duet Mega-Hidayat Nurwahid yang disebut tak kalah dahsyat.

Menurut Hidayat, partainya bertekad akan mengusung capres sendiri. Itulah sebabnya mereka berusaha mendapatkan 20 persen kursi dalam pemilu legislatif. Sebab, itu adalah syarat minimal untuk mengajukan capres.

Sebelum ketahuan hasil pemilu legislatif, PKS jangan diposisikan digandeng. Seolah-olah suara kami pasti rendah sehingga hanya layak digandeng. Kalau bisa sampai 20 persen, justru kami yang akan menggandeng,'' kata Hidayat kepada Jawa Pos kemarin (21/12).

Dia mengingatkan, PKS sudah mendeklarasikan delapan nama kader internalnya sebagai kandidat pemimpin nasional. Selain Hidayat sendiri, di sana ada nama Presiden PKS Tifatul Sembiring. Menurut Hidayat, para tokoh PKS itu tidak berada dalam posisi atau pilihan politik yang tunggal.

Maksud saya, bisa saja nanti diputuskan menjadi capres, cawapres, ketua DPR, atau menteri,'' jelasnya. Semua itu, imbuh dia, bergantung kepada perolehan suara PKS dalam pemilu legislatif.

Adapun pengerucutan nama-nama itu, kata Hidayat, entah pilihannya menjadi capres atau cawapres baru diputuskan setelah pemilu legislatif oleh majelis syura yang beranggota 99 orang.

Hidayat juga mengaku memahami sikap Megawati yang sempat menyatakan ingin mengambil cawapres yang tidak dalam posisi mencapreskan diri atau diputuskan parpolnya sebagai capres. Tak hanya itu, tambah dia, PDIP juga ingin merangkul cawapres yang bisa menambah kekuatan koalisinya di DPR.

Apakah itu menyiratkan Hidayat optimistis akan dirangkul Megawati dan PDIP, mengingat dirinya tidak pernah mendeklarasikan diri sebagai capres dan memiliki mesin politik yang solid, yakni PKS? ''Pertanyaan itu tidak bisa saya jawab secara individual. Itu hak majelis syura. Partai mana pun yang mengajak PKS, silakan menghubungi majelis syura. Saya kira, PDIP akan menghormati keputusan PKS,'' tegasnya.

Dikonfirmasi di tempat terpisah, Sekjen PDIP Pramono Anung menyatakan, masing-masing parpol peserta Pemilu 2009 sebenarnya sudah membaca kemungkinan yang akan berkembang menghadapi momentum pilpres. Dengan syarat pengajuan pasangan capres-cawapres oleh parpol atau gabungan parpol sebesar 20 persen kursi atau 25 persen perolehan suara sah, sudah bisa diperkirakan bahwa hanya muncul dua pasangan calon. Paling maksimal, tegas Pram -panggilan akrab Pramono Anung-, tiga pasangan calon.

Pasti banyak capres yang nanti bersedia menjadi cawapres. Apalagi capresnya Megawati, pasti banyak yang mau,'' katanya, lantas tertawa.

Jumat, 19 Desember 2008

Popularitas Golkar Anjlok

Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia Denny J.A., Jumat (19/12) di Jakarta, mengatakan, popularitas Partai Golkar terancam melorot ke posisi ketiga, tersingkirkan oleh Partai Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akibat positioning yang kurang tepat.
"Partai Golkar itu, dibilang partai oposisi bukan, tapi partai pemerintah juga bukan. Kadang-kadang mengkritik pemerintah, dan kadang mendukung. Hal ini bisa menjadi sesuatu yang bersejarah jika Partai Golkar berada di peringkat ketiga," ujar Denny seusai konferensi pers mengenai Kondisi Ekonomi Menentukan Pemenang Pemilu 2009.
Faktor lain, ungkap Denny, terlalu banyak tokoh-tokoh di tubuh partai berlambang pohon beringin, namun sejauh ini baru bisa menawarkan bakal calon wakil presiden, walaupun belum resmi. "Jika ingin berhasil, Golkar harus dapat mencari figur yang benar-benar luar biasa dan menawarkan isu yang dapat diterima oleh masyarakat," ujarnya.
Denny menambahkan, suara massa Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), yang keduanya mengklaim pro wong cilik, dapat terancam tersedot ke mesin suara PDIP, karena figur yang kuat di partai moncong putih tersebut. Ketiga partai nasionalis tersebut akan berebut karakteristik pemilih yang sama pada pemilihan umum legislatif dan presiden tahun 2009.

Senin, 15 Desember 2008

Parpol "Menghukum" Nomor Urut Satu

Ketika penyusunan daftar calon anggota DPR/DPRD dimulai, sulit dibantah jika calon pasti senang ditempatkan di nomor urut atas. Namun, ketika partai politik menerapkan suara terbanyak untuk menentukan calon terpilih, belum tentu rasa senang itu masih bertahan. Siapa bilang nomor urut atas daftar calon anggota DPR/DPRD menguntungkan?

Betul, nomor urut atas bisa menguntungkan jika acuannya adalah Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Nomor urut atas bisa mendapat prioritas dalam pembagian kursi DPR/DPRD yang diperoleh parpol. Pasal 214 Butir a menyatakan, ”calon terpilih anggota DPR atau DPRD ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh sekurang-kurangnya 30 persen dari bilangan pembagi pemilihan (BPP).”

Nomor urut tetap sakti dalam berbagai kondisi. Pertama, jika calon yang memperoleh minimal 30 persen BPP jumlahnya lebih banyak ketimbang jumlah kursi yang diperoleh parpol peserta pemilu, kursi diberikan kepada calon yang memiliki nomor urut lebih kecil di antara calon yang memenuhi ketentuan sekurang-kurangnya 30 persen BPP. Yang lain, jika calon yang memperoleh minimal 30 persen BPP lebih sedikit ketimbang jumlah kursi yang diperoleh parpol, kursi yang belum terbagi diberikan pada calon berdasarkan nomor urut.

”Terhukum” nomor satu

Namun, sejumlah parpol menerapkan ketentuan yang berbeda. Misalnya, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat, dan Partai Golkar menetapkan penerapan prinsip suara terbanyak dalam penetapan calon terpilih. Alasannya, menghargai suara rakyat. Pertimbangan praktis, penerapan suara terbanyak akan mendorong semua calon anggota legislatif (caleg) bekerja keras meraih suara. Nomor urut atas belum tentu aman, yang nomor buncit pun punya peluang. Pertimbangan itulah yang mendorong upaya perubahan terbatas atas UU No 10/2008.

Faktanya, sampai saat ini nasib usul perubahan terbatas UU No 10/2008 belum jelas. Jika akhirnya perubahan terbatas tak terjadi, ketentuan penetapan calon terpilih mengikuti aturan UU No 10/2008. Penerapan prinsip suara terbanyak terjadi pada tahapan penggantian calon terpilih. Jika ternyata calon terpilih yang ditetapkan KPU bukan calon parpol di sebuah daerah pemilihan tertentu dengan perolehan suara terbanyak; calon terpilih itu mesti diganti.

Pasal 218 Ayat 3 UU No 10/2008 menyatakan, calon terpilih anggota DPR dan DPRD diganti dengan calon dari daftar calon tetap parpol peserta pemilu pada daerah pemilihan yang sama berdasarkan surat keputusan pimpinan parpol bersangkutan. Alasan penggantian, antara lain, meninggal, mengundurkan diri, tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota, dan terbukti berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap calon terpilih melakukan tindak pidana pemilu berupa politik uang atau pemalsuan dokumen. Merujuk bagian penjelasan, pengunduran diri calon terpilih dinyatakan dengan surat penarikan pencalonan oleh parpol peserta pemilu berdasarkan surat pengunduran diri calon terpilih yang bersangkutan.

Artinya, tekanan akan berpindah ke calon nomor urut atas, jika perolehan suaranya bukan yang terbanyak. Calon nomor urut atas yang ditetapkan sebagai calon terpilih ”wajib” mengundurkan diri untuk digantikan calon lain. Jika itu yang terjadi, calon nomor urut atas itu bakal kehilangan haknya sebagai calon sampai pemilu berikutnya. Artinya, jika calon penggantinya mesti diganti lagi, calon yang telah mundur tidak bisa menggantikan sekalipun perolehan suaranya pada urutan berikutnya.

Kekuatan hukum

Faktanya secara legal-formal sulit dibantah: saat pendaftaran, calon menandatangani formulir surat pengunduran diri yang tanpa dibubuhi tanggal. Parpol yang menerapkan prinsip suara terbanyak mewajibkan calon anggotanya untuk menandatangani surat kesediaan ditugaskan di mana saja dan surat pengunduran diri. Partai Golkar bahkan mengukuhkan penerapan prinsip suara terbanyak berikut sanksinya saat rapat pimpinan nasional di Jakarta, pertengahan Oktober silam.

”Improvisasi” ala Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) lain lagi. Surat yang ditandatangani Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan Sekretaris Jenderal Pramono Anung tertanggal 21 Agustus 2008 mewajibkan calon anggota DPR/DPRD membuat surat pernyataan pengunduran diri bermeterai dan salah satunya diserahkan kepada pengurus partai. Dapat ditebak, surat itu pastilah berkaitan dengan surat sebelumnya tertanggal 4 Agustus 2008 yang menyebutkan untuk menjadi calon terpilih, seorang calon anggota DPR/DPRD mesti memperoleh sekurang-kurangnya 15 persen BPP. Jika tidak, PDI-P akan mempertimbangkan yang bersangkutan diganti dengan calon yang memperoleh suara lebih dari 15 persen BPP.

Saat wacana nepotisme di tubuh parpol mencuat, Partai Demokrat merespons dengan ”memelorotkan” nomor urut Edhie Baskoro Yudhoyono dari daftar calon. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Achmad Mubarok menyebutkan, Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono mencoret Edhie Yudhoyono dari nomor urut satu ke nomor tiga pada daftar calon anggota DPR. (sidik pramono)

Minggu, 14 Desember 2008

Renungan Pejuang Keadilan




Kematian Hati

Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya. Banyak orang cepat datang ke shaf shalat layaknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi.

Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan Tuhannya. Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa, tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri.

Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang ALLAH berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan ALLAH atasmu.

Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar perut karena shiam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.

Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.

Asshiddiq Abu Bakar Ra. selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya ALLAH, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan mereka", ucapnya lirih.

Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan atau ketidaksesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dengan kata.
Dimana kau letakkan dirimu?
Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau bergetar dan takut.

Sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.
Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat ma'siat menggodamu dan engkau meni'matinya?

Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani meninggi. Rasa malu kepada ALLAH, dimana kau kubur dia ?

Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung. Ini potret negerimu : 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1500 responden usia SMP & SMU, 25 % mengaku telah berzina dan hampir separohnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan dengan perkosaan. Mungkin engkau mulai berfikir "Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celah rapat atau berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan menambah waktu yang tak kauperlukan sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh" Betapa jamaknya 'dosa kecil' itu dalam hatimu.

Kemana getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat "TV Thaghut" menyiarkan segala "kesombongan jahiliyah dan maksiat"?

Saat engkau muntah melihat laki-laki (banci) berpakaian perempuan, karena kau sangat mendukung ustadzmu yang mengatakan " Jika ALLAH melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian laki-laki, apa tertawa riang menonton akting mereka tidak dilaknat ?"
Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama, lalu yang berteriak paling lantang "Ini tidak islami" berarti ia paling islami, sesudah itu urusan tinggallah antara engkau dengan dirimu, tak ada ALLAH disana?
Sekarang kau telah jadi kader hebat.
Tidak lagi malu-malu tampil.

Justeru engkau akan dihadang tantangan: sangat malu untuk menahan tanganmu dari jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Hati yang berbunga-bunga didepan ribuan massa.

Semua gerak harus ditakar dan jadilah pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang, walaupun harus mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki. Lupakah engkau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter, maka pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter lagi ? Begitu jauhnya inhiraf di kalangan awam, sedikit banyak karena para elitenya telah salah melangkah lebih dulu.

Siapa yang mau menghormati ummat yang "kiayi"nya membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia setubuhi di sebuah kamar hotel berbintang, lalu dengan enteng mengatakan "Itu maharku, ALLAH waliku dan malaikat itu saksiku" dan sesudah itu segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah?

Siapa yang akan memandang ummat yang da'inya berpose lekat dengan seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan "Ini anakku, karena kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih dekat daripada ayah kandung dan ayah mertua" Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri sebagai 'alimullisan (alim di lidah)? Apa kau fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yang sama?

Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang alim yang merayu rekan perempuan dalam aktifitas da'wahnya? Akankah kau andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat mereka yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir ? Bila demikian, koruptor macam apa engkau ini? Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja mereka.
Tengoklah langkah mereka di mal. Betapa besar sumbangan mereka kepada modernisasi dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk junk food, semata-mata karena nuansa "westernnya" . Engkau akan menjadi faqih pendebat yang tangguh saat engkau tenggak minuman halal itu, dengan perasaan "lihatlah, betapa Amerikanya aku".
Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah engkau punya harga diri.
Mahatma Ghandi memimpin perjuangan dengan memakai tenunan bangsa sendiri atau terompah lokal yang tak bermerk. Namun setiap ia menoleh ke kanan, maka 300 juta rakyat India menoleh ke kanan. Bila ia tidur di rel kereta api, maka 300 juta rakyat India akan ikut tidur disana.

Kini datang "pemimpin" ummat, ingin mengatrol harga diri dan gengsi ummat dengan pameran mobil, rumah mewah, "toko emas berjalan" dan segudang asesori. Saat fatwa digenderangkan, telinga ummat telah tuli oleh dentam berita tentang hiruk pikuk pesta dunia yang engkau ikut mabuk disana. "Engkau adalah penyanyi bayaranku dengan uang yang kukumpulkan susah payah. Bila aku bosan aku bisa panggil penyanyi lain yang kicaunya lebih memenuhi seleraku"

Militansi tiada Henti




Rata PenuhSejarah telah diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang yang sungguh-sungguh. Bukan oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan berangan-angan. Dunia diisi dan dimenangkan oleh orang-orang yang merealisir cita-cita, harapan dan angan-angan mereka dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dan kekuatan tekad.

Ba'da tahmid wa shalawat

Ikhwah rahimakumullah, Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur'an Surat 19 Ayat 12 : .....
Ya Yahya hudzil kitaaba bi quwwah ..." (QS. Maryam (19):12)

Tatkala Allah SWT memberikan perintah kepada hamba-hamba-Nya yang ikhlas, Ia tak hanya menyuruh mereka untuk taat melaksanakannya melainkan juga harus mengambilnya dengan quwwah yang bermakna jiddiyah, kesungguhan-sungguhan.

Sejarah telah diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang yang sungguh-sungguh. Bukan oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan berangan-angan. Dunia diisi dan dimenangkan oleh orang-orang yang merealisir cita-cita, harapan dan angan-angan mereka dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dan kekuatan tekad.

Namun kebatilan pun dibela dengan sungguh-sungguh oleh para pendukungnya, oleh karena itulah Ali bin Abi Thalib ra menyatakan: "Al-haq yang tidak ditata dengan baik akan dikalahkan oleh Al-bathil yang tertata dengan baik".

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Allah memberikan ganjaran yang sebesar-besarnya dan derajat yang setinggi-tingginya bagi mereka yang sabar dan lulus dalam ujian kehidupan di jalan dakwah. Jika ujian, cobaan yang diberikan Allah hanya yang mudah-mudah saja tentu mereka tidak akan memperoleh ganjaran yang hebat. Di situlah letak hikmahnya yakni bahwa seorang da'i harus sungguh-sungguh dan sabar dalam meniti jalan dakwah ini. Perjuangan ini tidak bisa dijalani dengan ketidaksungguhan, azam yang lemah dan pengorbanan yang sedikit.

Ali sempat mengeluh ketika melihat semangat juang pasukannya mulai melemah, sementara para pemberontak sudah demikian destruktif, berbuat dan berlaku seenak-enaknya. Para pengikut Ali saat itu malah menjadi ragu-ragu dan gamang, sehingga Ali perlu mengingatkan mereka dengan kalimatnya yang terkenal tersebut.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Ketika Allah menyuruh Nabi Musa as mengikuti petunjuk-Nya, tersirat di dalamnya sebuah pesan abadi, pelajaran yang mahal dan kesan yang mendalam:

"Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang teguh kepada perintah-perintahnya dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasiq".(QS. Al-A'raaf (7):145)

Demikian juga perintah-Nya terhadap Yahya, dalam surat Maryam ayat 12 :

"Hudzil kitaab bi quwwah" (Ambil kitab ini dengan quwwah). Yahya juga diperintahkan oleh Allah untuk mengemban amanah-Nya dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan). Jiddiyah ini juga nampak pada diri Ulul Azmi (lima orang Nabi yakni Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad yang dianggap memiliki azam terkuat).

Dakwah berkembang di tangan orang-orang yang memiliki militansi, semangat juang yang tak pernah pudar. Ajaran yang mereka bawa bertahan melebihi usia mereka. Boleh jadi usia para mujahid pembawa misi dakwah tersebut tidak panjang, tetapi cita-cita, semangat dan ajaran yang mereka bawa tetap hidup sepeninggal mereka.

Apa artinya usia panjang namun tanpa isi, sehingga boleh jadi biografi kita kelak hanya berupa 3 baris kata yang dipahatkan di nisan kita: "Si Fulan lahir tanggal sekian-sekian, wafat tanggal sekian-sekian".

Hendaknya kita melihat bagaimana kisah kehidupan Rasulullah saw dan para sahabatnya. Usia mereka hanya sekitar 60-an tahun. Satu rentang usia yang tidak terlalu panjang, namun sejarah mereka seakan tidak pernah habis-habisnya dikaji dari berbagai segi dan sudut pandang. Misalnya dari segi strategi militernya, dari visi kenegarawanannya, dari segi sosok kebapakannya dan lain sebagainya.
Seharusnyalah kisah-kisah tersebut menjadi ibrah bagi kita dan semakin meneguhkan hati kita. Seperti digambarkan dalam QS. 11:120, orang-orang yang beristiqomah di jalan Allah akan mendapatkan buah yang pasti berupa keteguhan hati. Bila kita tidak kunjung dapat menarik ibrah dan tidak semakin bertambah teguh, besar kemungkinannya ada yang salah dalam diri kita. Seringkali kurangnya jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dalam diri kita membuat kita mudah berkata hal-hal yang membatalkan keteladanan mereka atas diri kita. Misalnya: "Ah itu kan Nabi, kita bukan Nabi. Ah itu kan istri Nabi, kita kan bukan istri Nabi". Padahal memang tanpa jiddiyah sulit bagi kita untuk menarik ibrah dari keteladanan para Nabi, Rasul dan pengikut-pengikutnya.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Di antara sekian jenis kemiskinan, yang paling memprihatinkan adalah kemiskinan azam, tekad dan bukannya kemiskinan harta.

Misalnya anak yang mendapatkan warisan berlimpah dari orangtuanya dan kemudian dihabiskannya untuk berfoya-foya karena merasa semua itu didapatkannya dengan mudah, bukan dari tetes keringatnya sendiri. Boleh jadi dengan kemiskinan azam yang ada padanya akan membawanya pula pada kebangkrutan dari segi harta. Sebaliknya anak yang lahir di keluarga sederhana, namun memiliki azam dan kemauan yang kuat kelak akan menjadi orang yang berilmu, kaya dan seterusnya.

Demikian pula dalam kaitannya dengan masalah ukhrawi berupa ketinggian derajat di sisi Allah. Tidak mungkin seseorang bisa keluar dari kejahiliyahan dan memperoleh derajat tinggi di sisi Allah tanpa tekad, kemauan dan kerja keras.

Kita dapat melihatnya dalam kisah Nabi Musa as. Kita melihat bagaimana kesabaran, keuletan, ketangguhan dan kedekatan hubungannya dengan Allah membuat Nabi Musa as berhasil membawa umatnya terbebas dari belenggu tirani dan kejahatan Fir'aun.

Berkat do'a Nabi Musa as dan pertolongan Allah melalui cara penyelamatan yang spektakuler, selamatlah Nabi Musa dan para pengikutnya menyeberangi Laut Merah yang dengan izin Allah terbelah menyerupai jalan dan tenggelamlah Fir'aun beserta bala tentaranya.

Namun apa yang terjadi? Sesampainya di seberang dan melihat suatu kaum yang tengah menyembah berhala, mereka malah meminta dibuatkan berhala yang serupa untuk disembah. Padahal sewajarnya mereka yang telah lama menderita di bawah kezaliman Fir'aun dan kemudian diselamatkan Allah, tentunya merasa sangat bersyukur kepada Allah dan berusaha mengabdi kepada-Nya dengan sebaik-baiknya. Kurangnya iman, pemahaman dan kesungguh-sungguhan membuat mereka terjerumus kepada kejahiliyahan.

Sekali lagi marilah kita menengok kekayaan sejarah dan mencoba bercermin pada sejarah. Kembali kita akan menarik ibrah dari kisah Nabi Musa as dan kaumnya.

Dalam QS. Al-Maidah (5) ayat 20-26 : "Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu, ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun di antara umat-umat yang lain".

"Hai, kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi".

"Mereka berkata: "Hai Musa, sesungguhnya dalam negri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar dari negri itu. Jika mereka keluar dari negri itu, pasti kami akan memasukinya".

"Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman".

"Mereka berkata: "Hai Musa kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja".

"Berkata Musa: "Ya Rabbku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasiq itu".

"Allah berfirman: "(Jika demikian), maka sesungguhnya negri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasiq itu".
Rangkaian ayat-ayat tersebut memberikan pelajaran yang mahal dan sangat berharga bagi kita, yakni bahwa manusia adalah anak lingkungannya. Ia juga makhluk kebiasaan yang sangat terpengaruh oleh lingkungannya dan perubahan besar baru akan terjadi jika mereka mau berusaha seperti tertera dalam QS. Ar-Ra'du (13):11, "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai mereka berusaha merubahnya sendiri".

Nabi Musa as adalah pemimpin yang dipilihkan Allah untuk mereka, seharusnyalah mereka tsiqqah pada Nabi Musa. Apalagi telah terbukti ketika mereka berputus asa dari pengejaran dan pengepungan Fir'aun beserta bala tentaranya yang terkenal ganas, Allah SWT berkenan mengijabahi do'a dan keyakinan Nabi Musa as sehingga menjawab segala kecemasan, keraguan dan kegalauan mereka seperti tercantum dalam QS. Asy-Syu'ara (26):61-62, "Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul". Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Rabbku bersamaku, kelak Dia pasti akan memberi petunjuk kepadaku".

Semestinya kaum Nabi Musa melihat dan mau menarik ibrah (pelajaran) bahwa apa-apa yang diridhai Allah pasti akan dimudahkan oleh Allah dan mendapatkan keberhasilan karena jaminan kesuksesan yang diberikan Allah pada orang-orang beriman. Allah pasti akan bersama al-haq dan para pendukung kebenaran. Namun kaum Nabi Musa hanya melihat laut, musuh dan kesulitan-kesulitan tanpa adanya tekad untuk mengatasi semua itu sambil di sisi lain bermimpi tentang kesuksesan. Hal itu sungguh merupakan opium, candu yang berbahaya. Mereka menginginkan hasil tanpa kerja keras dan kesungguh-sungguhan. Mereka adalah "qaumun jabbarun" yang rendah, santai dan materialistik. Seharusnya mereka melihat bagaimana kesudahan nasib Fir'aun yang dikaramkan Allah di laut Merah.

Seandainya mereka yakin akan pertolongan Allah dan yakin akan dimenangkan Allah, mereka tentu tsiqqah pada kepemimpinan Nabi Musa dan yakin pula bahwa mereka dijamin Allah akan memasuki Palestina dengan selamat.

Bukankah Allah SWT telah berfirman dalam QS. 47:7, "In tanshurullah yanshurkum wayutsabbit bihil aqdaam" (Jika engkau menolong Allah, Allah akan menolongmu dan meneguhkan pendirianmu).
Hendaknya jangan sampai kita seperti Bani Israil yang bukannya tsiqqah dan taat kepada Nabi-Nya, mereka dengan segala kedegilannya malah menyuruh Nabi Musa as untuk berjuang sendiri. "Pergilah engkau dengan Tuhanmu". Hal itu sungguh merupakan kerendahan akhlak dan militansi, sehingga Allah mengharamkan bagi mereka untuk memasuki negri itu. Maka selama 40 tahun mereka berputar-putar tanpa pernah bisa memasuki negri itu.

Namun demikian, Allah yang Rahman dan Rahim tetap memberi mereka rizqi berupa ghomama, manna dan salwa, padahal mereka dalam kondisi sedang dihukum.

Tetapi tetap saja kedegilan mereka tampak dengan nyata ketika dengan tidak tahu dirinya mereka mengatakan kepada Nabi Musa tidak tahan bila hanya mendapat satu jenis makanan.

Orientasi keduniawian yang begitu dominan pada diri mereka membuat mereka begitu kurang ajar dan tidak beradab dalam bersikap terhadap pemimpin. Mereka berkata: "Ud'uulanaa robbaka" (Mintakan bagi kami pada Tuhanmu). Seyogyanya mereka berkata: "Pimpinlah kami untuk berdo'a pada Tuhan kita".

Kebodohan seperti itu pun kini sudah mentradisi di masyarakat. Banyak keluarga yang berstatus Muslim, tidak pernah ke masjid tapi mampu membayar sehingga banyak orang di masjid yang menyalatkan jenazah salah seorang keluarga mereka, sementara mereka duduk-duduk atau berdiri menonton saja.

Rasulullah saw memang telah memberikan nubuwat atau prediksi beliau: "Kelak kalian pasti akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian selangkah demi selangkah, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta dan sedepa demi sedepa". Sahabat bertanya: "Yahudi dan Nasrani ya Rasulullah?". Beliau menjawab: "Siapa lagi?".

Kebodohan dalam meneladani Rasulullah juga bisa terjadi di kalangan para pemikul dakwah sebagai warasatul anbiya (pewaris nabi). Mereka mengambil keteladanan dari beliau secara tidak tepat. Banyak ulama atau kiai yang suka disambut, dielu-elukan dan dilayani padahal Rasulullah tidak suka dilayani, dielu-elukan apalagi didewakan. Sebaliknya mereka enggan untuk mewarisi kepahitan, pengorbanan dan perjuangan Rasulullah. Hal itu menunjukkan merosotnya militansi di kalangan ulama-ulama amilin.
Mengapa hal itu juga terjadi di kalangan ulama, orang-orang yang notabene sudah sangat faham. Hal itu kiranya lebih disebabkan adanya pergeseran dalam hal cinta dan loyalitas, cinta kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya telah digantikan dengan cinta kepada dunia.

Mentalitas Bal'am, ulama di zaman Fir'aun adalah mentalitas anjing sebagaimana digambarkan di Al-Qur'an. Dihalau dia menjulurkan lidah, didiamkan pun tetap menjulurkan lidah. Bal'am bukannya memihak pada Musa, malah memihak pada Fir'aun. Karena ia menyimpang dari jalur kebenaran, maka ia selalu dibayang-bayangi, didampingi syaithan. Ulama jenis Bal'am tidak mau berpihak dan menyuarakan kebenaran karena lebih suka menuruti hawa nafsu dan tarikan-tarikan duniawi yang rendah.

Kader yang tulus dan bersemangat tinggi pasti akan memiliki wawasan berfikir yang luas dan mulia. Misalnya, manusia yang memang memiliki akal akan bisa mengerti tentang berharganya cincin berlian, mereka mau berkelahi untuk memperebutkannya. Tetapi anjing yang ada di dekat cincin berlian tidak akan pernah bisa mengapresiasi cincin berlian. Ia baru akan berlari mengejar tulang, lalu mencari tempat untuk memuaskan kerakusannya. Sampailah anjing tersebut di tepi telaga yang bening dan ia serasa melihat musuh di permukaan telaga yang dianggapnya akan merebut tulang darinya. Karena kebodohannya ia tak tahu bahwa itu adalah bayangan dirinya. Ia menerkam bayangan dirinya tersebut di telaga, hingga ia tenggelam dan mati.

Kebahagiaan sejati akan diperoleh manusia bila ia tidak bertumpu pada sesuatu yang fana dan rapuh, dan sebaliknya justru berorientasi pada keabadian.

Nabi Yusuf as sebuah contoh keistiqomahan, ia memilih di penjara daripada harus menuruti hawa nafsu rendah manusia. Ia yang benar di penjara, sementara yang salah malah bebas.

Ada satu hal lagi yang bisa kita petik dari kisah Nabi Yusuf as. Wanita-wanita yang mempergunjingkan Zulaikha diundang ke istana untuk melihat Nabi Yusuf. Mereka mengiris-iris jari-jari tangan mereka karena terpesona melihat Nabi Yusuf. "Demi Allah, ini pasti bukan manusia". Kekaguman dan keterpesonaan mereka pada seraut wajah tampan milik Nabi Yusuf membuat mereka tidak merasakan sakitnya teriris-iris.

Hal yang demikian bisa pula terjadi pada orang-orang yang punya cita-cita mulia ingin bersama para nabi dan rasul, shidiqin, syuhada dan shalihin. Mereka tentunya akan sanggup melupakan sakitnya penderitaan dan kepahitan perjuangan karena keterpesonaan mereka pada surga dengan segala kenikmatannya yang dijanjikan.

Itulah ibrah yang harus dijadikan pusat perhatian para da'i. Apalagi berkurban di jalan Allah adalah sekedar mengembalikan sesuatu yang berasal dari Allah jua. Kadang kita berat berinfaq, padahal harta kita dari-Nya. Kita terlalu perhitungan dengan tenaga dan waktu untuk berbuat sesuatu di jalan Allah padahal semua yang kita miliki berupa ilmu dan kemuliaan keseluruhannya juga berasal dari Allah. Semoga kita terhindar dari penyimpangan-penyimpangan seperti itu dan tetap memiliki jiddiyah, militansi untuk senantiasa berjuang di jalan-Nya. Amin.
Wallahu a'lam bis shawab

Catatan Untuk Murabbi: Setelah mendapatkan taujih ini diharapkan kader Memahami urgensi militansi kader dalam pemenangan dakwah serta memahami cara-cara membina militansi kader

Islam Kaffah




OTORITAS ULAMA DALAM PRESPEKTIF ISLAM

Majalah Hidayatullah, Desember 2007. Akhir-akhir ini banyak umat Islam yang sudah berani melecehkan para ulama dan tidak menghormati mereka lagi, ini adalah salah satu tanda akhir zaman…padahal dalam Islam, para ulama mendapatkan kedudukan yang sangat terhormat sekali. Diantaranya adalah apa yang disebutkan Allah swt dalam salah satu firman-Nya :

” Wahai orang-orang beriman taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rosul-Nya dan ulil amri di antara kamu ” (QS An Nisa’ : 59 )

Dalam ayat tersebut, Allah swt memerintahkan orang-orang yang beriman untuk mentaati Allah , Rosul-Nya dan ulil amri. Hanya saja ketaatan kepada Allah dan Rosul-Nya adalah ketaatan mutlak, sedangkan ketaaatan kepada ulil amri tergantung kepada ketaatan mereka kepada Allah dan Rosul-Nya. Adapun maksud dari ulil amri dalam ayat tersebut menurut Ibnu Abbas ra, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Thobari dalam tafsirnya adalah para pakar fiqh dan para ulama yang komitmen dengan ajaran Islam. Sedangkan Ibnu Katsir berpendapat bahwa ulil amri di atas mencakup para ulama dan umara ( pemimpin ). Ini sesuai dengan apa yang kita dapati dalam perjalanan sejarah Islam pertama, bahwa Rosulullah saw adalah sosok ulama dan umara sekaligus. Begitu juga para khulafa’ rasyidin sesudahnya : Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali, begitu juga beberapa khalifah dari bani Umayah dan bani Abbas. Namun dalam perkembangan sejarah Islam selanjutnya, sangat jarang kita dapatkan seorang pemimpin negara yang benar-benar paham terhadap Islam. Dari sini, mulailah terpisah antara ulama dan umara. Dalam posisi seperti ini, manakah yang harus kita taati terlebih dahulu, ulama atau umara ? Kalau kita perhatikan ayat di atas secara seksama, akan kita dapati bahwa ketaatan kepada ulil amri tergantung kepada ketaatan mereka kepada Allah dan Rosul-Nya. Sedang orang yang paling mengetahui tentang perintah Allah dan Rosul-Nya adalah para ulama, dengan demikian ketaatan kepada para ulama didahulukan daripada ketaatan kepada umara, karena umara sendiri wajib mentaati ulama yang komitmen dengan ajaran Islam. Dalam hal ini Ibnu Qayyim dalam bukunya ” I’lam Al Muwaqi’in ” ( 1/9 ) menyatakan : ” Pendapat yang benar adalah bahwa para umara’ hanya boleh ditaati jika mereka memerintahkan kepada sesuatu yang berdasarkan ilmu, hal itu bisa terwujud jika para umara’ tersebut mengikuti para ulama, karena ketaatan itu hanya diwajibkan pada hal-hal yang baik –baik saja dan berdasarkan ilmu. Oleh karenanya, kita mentaati ulama, karena mereka mentaati Rosulullah saw, begitu juga kita mentaati umara’ karena mereka mentaati para ulama . ”

Maka, sangatlah indah jika para umara dan ulama tersebut saling bekerjasama untuk memimpin, mengajak, dan memerintahkan umat ini kepada hal-hal yang baik dan bermanfaat di dunia dan akherat, serta melarang hal-hal yang jelek yang akan membawa mudharat bagi bangsa dan umat. Suatu negara akan baik dan maju jika para pemimpin dan ulamanya baik, sebaliknya jika keduanya rusak, maka negarapun pasti akan rusak. Ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Abdullah Mubarak : ” Dua kelompok manusia, jika mereka baik, maka masyarakat akan baik, sebaliknya jika mereka rusak, maka masyarakatpun akan ikut rusak, mereka itu adalah para ulama dan umara’. “

Hal ini dikuatkan dengan sabda Rosulullah saw : ” Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu begitu saja dari diri para ulama, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan matinya para ulama, sehingga jika tidak tersisa seorang ulama-pun, maka masyarakat akan mengambil orang-orang bodoh sebagai pemimpin, jika mereka ditanya mereka menjawab tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan ” ( HR Bukhari )

Dalam hadist tersebut Rosulullah saw menjelaskan bahwa kebaikan dunia serta kebahagiaan suatu masyarakat identik dengan keberadaan para ulama, hal itu karena melalui merekalah ilmu syare’ah Islam yang berdasarkan Al Qur’an dan Hadist ini menyebar di masyarakat. Jika mereka telah tiada, maka masyarakat akan kehilangan pegangan, sehinga mereka mudah diombang-ambingkan oleh pemikiran-pemikiran sesat, kalau sudah demikian dunia akan rusak, dan semakin dekatlah hari kiamat. Dari hadist tersebut juga bisa dipahami bahwa para ulama yang tidak mau terjun di masyarakat untuk menjelaskan ajaran Islam ini secara menyeluruh dan tidak mau menyuruh kebaikan dan melarang kemungkaran di tengah-tengah masyarakat, maka keberadaan mereka tidak dianggap. Mereka hidup akan tetapi pada hakekatnya mereka telah mati, karena kehidupan para ulama diukur dengan ilmu yang mereka sebarkan di tengah masyarakat. Maka, tak aneh jika kelompok-kelompok sesat mulai bermunculan bagi jamur di musim hujan, karena para ulamanya sibuk mengejar jabatan dan kesenangan dunia serta lupa dengan kewajiban mereka yang sesungguhnya, yaitu sebagai pewaris para nabi …sungguh benar apa yang disabdakan oleh Rosulullah saw, bahwa masyarakat tidak menemukan ulama di tengah-tengah mereka, akhirnya mereka menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin, sehingga mereka sesat dan menyesatkan.

Dalam ayat lain Allah swt berfirman :

” Allah menyatakan bahwasanya tiada Ilah ( yang berhak disembah ) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu juga menyatakan yang demikian itu. Tiada Ilah ( Yang berhak disembah ) melainkan Dia. Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana ( Qs Ali Imran : 18 )

Syekh Abdurrahman Sa’di dalam tafsirnya ( 1/365 ) menyatakan bahwa ayat tersebut menjelaskan tentang tingginya posisi para ulama di sisi Allah dan juga dihadapan masyarakat secara umum. Karena Allah menyebutkan mereka saja tanpa menyebutkan kelompok manusia yang lain. Bahkan menyebutkan persaksian mereka bersamaan dengan persaksian-Nya sendiri dan persaksian para malaikat-Nya, serta menjadikan persaksian mereka sebagi bukti atas kebenaran tauhid-Nya. Oleh karenanya, sudah menjadi kewajiban bagi seluruh uamt Islam untuk menerima kesaksian yang jujur dan adil tersebut. Hal ini menunjukkan juga bahwa para ulama tersebut adalah orang-orang yang adil, dan seluruh makhluk yang ada di dunia ini harus mengikuti mereka, karena mereka adalah para pemimpin yang harus dipatuhi.

Dari keterangan di atas, masalahnya menjadi menjadi jelas, bahwa para ulama dalam sebuah masyarakat dan negara mempunyai peran yang sangat besar, mereka berhak untuk ikut campur dalam urusan-urusan yang berhubungan dengan maslahat umat, karena mereka mempunyai bekal dan ilmu yang cukup untuk berbicara masalah tersebut, apalagi kalau hal tersebut dilakukan secara musyawarah dan bersama-sama, tentunya akan lebih kuat dan akan terhindar dari mengikuti hawa nafsu atau sekedar mencari jabatan serta kesenangan dunia, seperti yang dituduhkan oleh beberapa pihak. Bahkan dalam kajian ilmu ushul fiqh, kita dapatkan bahwa Ijma’ ( konsensus ulama ) merupakan sumber hukum ketiga setelah Al Qur’an dan hadist. Hal itu, mengingat bahwa para ulama tersebut tidak akan mungkin berkumpul dan menyepakati hal-hal yang bertentangan dengan syare’at Islam. Yang menarik dalam hal ini, adalah apa yang dilakukan oleh Imam Syafi’I ketika ditanya oleh seseorang tentang landasan hukum dari Al Qur’an tentang keabsyahan ijma’. Beliau meminta waktu tiga hari untuk merenungkan Al Qur’an, setelah itu beliau membaca firman Allah swt :

” Dan Barang siapa yang menentang Rosul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orng mukmin , maka Kami biarkan ia bergelimang dalam kesesatannya, dan Kami masukkan ia ke dalam neraka Jahannam, dan neraka Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali ( QS An Nisa’ : 115 )

Imam Syafi’I melihat dalam kalimat Al Qur’an di atas, yaitu yang berbunyi : ” dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin ” sebagai landasan keabsyahan ijma’ ( konsensus ulama ). Adapun keterangannya adalah barang siapa yang menyelisihi jalan atau cara pandang orang-orang yang beriman, dalam hal ini adalah ijma’ ( konsensus ) para ulama , maka dia diancam oleh Allah dengan neraka Jahannam. Padahal secara kenyataannya para ulama itu adalah bagian dari umat ini, bahkan jumlah mereka sangat sedikit, namun karena kapasitas keilmuan mereka, maka kesepakatan mereka dianggap telah mewakili umat Islam secara keseluruhan. Dari sini, kita mengetahui betapa tinggi kedudukan para ulama di tengah-tengah masyarakat. Di sisi lain, ayat di atas memberikan pesan kepada umat Islam untuk selalu bersama dengan para ulama, dan bertanya kepada mereka tentang hal-hal yang tidak mereka ketahui, sekaligus larangan untuk menyelisihi para ulama dengan mengeluarkan pendapat – pendapat aneh yang tidak ada dasarnya dari Al Qur’an dan hadist. Semoga Allah swt menjaga kita dari berbuat yang tidak sesuai dengan jalannya orang-orang beriman . Amien ( Kairo, 14 Desember 2007 )