Bismillahirrohmanirrohim.
Anak adalah amanah Alloh
yang diberikan kepada orang tua, maka bagi kita yang Alloh sudah amanahi, maka
didiklah sebagaimana fitrahnya, setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan
fitrah. Maka perlu kita mengetahui bagaimana sebaiknya
kita mendidik anak, kita harus tahu dulu apa tujuan kita mendidik mereka.
Untuk mengetahui tujuan kita
dalam mendidik anak kita harus tahu terlebih dahulu siapa sebenarnya anak kita.
“Anakmu bukanlah anakmu! Mereka adalah
putra-putri kehidupan yang merindu!”, demikian kata Khalil Gibran.
Sebagai
muslim kita semestinya mengacu kepada konsep “ilahiyah” untuk menjawab hal tersebut. Banyak sekali
ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan hakekat seorang manusia.
Ada beberapa ayat Dalam
Al Qur’an yang dapat kita jadikan landasan untuk merenungkan dan memikirkan
bagaimana seharusnya kita mendidik anak. Salah satu ayat tersebut adalah sebagai
berikut: “ Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi keba-nyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Rum: 30)
Ayat
tersebut menyebutkan bahwa manusia diciptakan menurut fitrahnya dan
diperintahkan agar tetap menjaga fitrahnya tersebut. Ayat ini kemudian
dijelaskan lebih lanjut dalam Hadist Rasulullah SAW yang berbunyi sebagai
berikut: “Setiap
anak dilahirkan menurut fitrahnya, maka hanya kedua orangtuanya lah yang akan
menjadikannya seorang Yahudi, seorang Nasrani, atau seorang Majusi”
(Hadist riwayat Bukhari, Juz 1, hlm 1292)
Hadist
Rasulullah SAW tersebut menjelaskan peran orangtua yang bernada peringatan,
yaitu bahwa perlakuan orangtua terhadap anaknya atau pendidikan yang diberikan
orangtua terhadap anaknya memiliki risiko yang dapat menyesatkan sang anak dari
fitrahnya. Kita sebagai orangtua diperingatkan agar jangan sampai mendidik anak
sehingga justru membuat sang anak melenceng dari fitrahnya. Pendidikan yang
benar adalah yang sesuai dengan fitrah sang anak, yang menjaga fitrah anak
sehingga tetap lurus seperti ketika mereka dilahirkan. Pertanyaan adalah apakah fitrah
anak tersebut?
Ibnu
Sina menjelaskan bahwa hakekat dari fitrah seorang manusia sebagai makhluk
Allah adalah tunduk pada Allah atau Muslim. Hal ini berbeda dengan konsep
“Tabula Rasa” yang sering dipahami kebanyakan orang, yang mengatakan bahwa
manusia dilahirkan dalam keadaan “netral” atau “kosong”. Karena fitrah
manusia adalah Muslim, maka perjalanan hidup manusia di dunia ini adalah dalam
rangka “kembali” pada Allah. Allah adalah Al Haq atau Kebenaran, sehingga
manusia selalu merindukan kebenaran. Ilmu pengetahuan adalah usaha manusia
untuk mendapatkan kebenaran tersebut. Menurut Ibnu Sina, kebahagiaan
sejati yang dialami manusia terjadi ketika dia “bertemu” dengan kebenaran.
Pendidikan yang baik adalah yang dapat memberikan pengalaman-pengalaman
tersebut secara bertahap dan berkelanjutan.
Pada
ayat lain dalam Al Qur’an, Allah menyebutkan bahwa fitrah manusia yang suci
tersebut tidaklah diberikan dengan begitu saja, karena ketika manusia lahir
Allah membuatnya lupa dan tidak tahu apa-apa. “ Dan Allah mengeluarkan kamu
dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (An Nahl: 78)
Dengan
memperhatikan kondisi tersebut maka inti dari peranan orangtua sebagai
pendidik
adalah mengingatkan. Karena manusia pada awalnya adalah suci dan memiliki sifat
lupa maka pendidikan pada intinya adalah mengingatkan manusia untuk kembali ke
jalan yang benar. Sarana untuk mengingat kembali tersebut adalah pendengaran,
penglihatan dan hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar