Senin, 22 Desember 2008

Koalisi Parpol Islam, Mungkinkah Menjadi Realita?



Terjebak Romantisme Sukses Poros Tengah

Setiap menjelang pemilu, semangat menggabungkan partai berbasis Islam selalu muncul. Kali ini datang dari Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin. Mungkinkah itu terealisasi?

Pengamat politik dari Universitas Indonesia Maswadi Rauf termasuk yang meragukannya. Guru besar ilmu politik itu menilai fanatisme terhadap agama dalam berpolitik sudah sangat berkurang. Buktinya, meski jumlah masyarakat beragama Islam terbesar, total suara pemilih yang menjatuhkan pilihan pada parpol Islam dari pemilu ke pemilu makin kecil. "Selain itu, sudah menjadi tradisi partai Islam sulit disatukan," ulasnya.
Bila dirunut ke belakang, urai Maswadi, di awal kemerdekaan sudah ada upaya membentuk partai tunggal berasas Islam, yaitu Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). Namun, partai yang merupakan federasi dari sejumlah ormas Islam itu akhirnya pecah.

Pada 1947 PSII memutuskan keluar dari Masyumi. Lima tahun kemudian pada 1952, NU yang merasa kecewa karena jatah menteri agama diberikan kepada ormas lain menyusul keluar. "Federasi terpecah-pecah tak lain karena kepentingan sejumlah komponen pendukung tidak terakomodasi," jelasnya.

Karena itu, dalam pemilihan umum pertama 1955, kekuatan politik Islam terbelah dalam empat partai utama (Masyumi, NU, PSII, dan Perti). Sekitar 44 persen suara diraih. "Dalam beberapa isu di konstituante, mereka sempat beberapa kali bersatu, tapi tetap berdiri sendiri-sendiri," ungkap Maswadi.

Sejak saat itu politik Islam terus terpuruk. Termasuk, adanya keharusan pemerintah Orde Baru selepas Pemilu 1971 agar partai Islam berfusi menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi semakin menenggelamkan kekuatan partai bernapas Islam. Paling tinggi, PPP hanya berhasil mengumpulkan suara 29 persen, yaitu pada 1977.

Dibukanya keran reformasi memunculkan kembali semangat partai Islam. Sejumlah partai baru dibentuk. Di antaranya PPP, PKB, PAN, PBB, dan PK (sekarang PKS). Pada Pemilu 1999, akumulasi lima partai berbasis massa Islam terbesar itu berhasil mendapatkan suara sekitar 37,54 persen.

Pada saat itulah, poros tengah yang dipromotori Amien Rais dibentuk. Berinti sejumlah parpol Islam, koalisi tersebut sengaja digalang sebagai reaksi penolakan bersama atas pencapresan Megawati Soekarnoputri. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pun bisa diusung sebagai presiden terpilih oleh MPR.

Keberhasilan itulah yang ingin dibangun kembali oleh sejumlah kekuatan politik. "Koalisi Islam sangat mungkin terbentuk karena kita sudah punya pengalaman manis saat 1999," ujar Sekjen DPP PPP Irgan Chairul Mahfidz.

Dia yakin, jika koalisi parpol Islam jadi terbentuk lagi, hal tersebut akan bisa mengubah peta politik 2009. Menurut Irgan, kekuatan politik yang saat ini masih terpusat pada parpol-parpol nasionalis akan bergeser. "Bisa berubah 180 derajat dalam sekejap," tegasnya.

Di antara parpol berbasis massa Islam, PPP memang menjadi salah satu yang cukup menginginkan terwujudnya koalisi parpol Islam pada 2009. Selain partai berlambang Kakbah itu, ada pula PBB, PMB, atau PKNU yang berada di barisan tersebut.

Sikap PKB dan PKS belum jelas. Mereka cenderung ingin menunggu hasil pemilu legislatif terlebih dahulu. "Koalisi parpol Islam itu bagus, tapi sepertinya dikotomi Islam-nasionalis sudah semakin kabur saat ini," ujar Ketua Umum Dewan Tanfidz PKB Muhaimin Iskandar.

Pandangan lebih keras disampaikan Ketua Umum DPP PAN Soetrisno Bachir. Menurut dia, pembentukan koalisi seharusnya tidak lagi didasarkan pada sentimen agama. "Itu menafikan kemajemukan bangsa. Mayoritas simpatisan PDIP-Golkar kan juga muslim," ujarnya.

Pengamat politik Islam Bachtiar Effendy justru mendorong adanya koalisi tersebut. Menurut dia, koalisi partai Islam adalah keharusan jika ingin eksistensi partai-partai tersebut memiliki nilai. Prestasi politik partai-partai Islam itu, kalau digabung, bisa menjadi kekuatan alternatif untuk bersaing di Pilpres 2009. "Apalagi tujuan parpol, kalau bukan merebut kepemimpinan?" ingatnya.

Mulai Pemilu 1999 hingga terakhir 2004, akumulasi perolehan suara partai Islam memang relatif stabil. Pada 2004 total akumulasi lima partai Islam terbesar (PPP, PKB, PAN, PKS, dan PBB) sekitar 38 persen. Tapi, pertanyaannya, apakah mungkin karena partai berbasis Islam itu selalu mempunyai kepentingan politik praktis yang berbeda.

Tidak ada komentar: